Autochrome, Fotografi Berwarna Dari Kentang
Pada era abad 21 saat ini, kehidupan manusia sangat dekat dengan istilah fotografi, dikarenakan mudahnya mengambil sebuah foto yang kini dapat dilakukan hanya dengan mengarahkan telepon seluler pintar atau smartphone. Jauh sebelum kemudahan menghasilkan foto seperti sekarang, pada tahun 1826-1827 Joseph Niepce berhasil membuat foto pertama di dunia, yang diberi judul “Vue de la fenêtre du domaine du Gras” atau “View from the Window at Le Gras” dalam bahasa Inggris, yang memiliki arti sebuah pemandangan dari jendela di Le Gras (nama tempat tinggal Niepce). Namun pada saat itu proses menghasilkan sebuah foto membutuhkan durasi yang sangat lama, Niepce memaparkan cahaya pada media Heliograph selama lebih dari 8 jam untuk mendapatkan gambar dari pemandangan tersebut pada sebuah pelat yang terbuat dari timah dan ditambahkan dengan aspal (bitumen).
Heliograph. View from the Window at Le Gras, karya Joseph Nicéphore Niépce, 1926-1927
Pelat timah dengan bitumen
Ketika Louis Daguerre berhasil memotong waktu pengambilan gambar tersebut menjadi “hanya” 10 menit dengan menggunakan media Daguerrotype, proses fotografi semakin dikenal masyarakat luas dan menjadi sebuah bisnis yang mendunia. Namun manusia tetap penasaran karena media-media foto tersebut belum mampu merekam sebuah foto berwarna. Foto berwarna pun menjadi semacam “holy grail” atau kesempurnaan yang dicari oleh para pionir fotografi.
Auguste Lumière dan Louis Lumière
Lumière bersaudara adalah nama yang jarang muncul dalam sejarah fotografi. Nama George Eastman Kodak mungkin lebih banyak dikenal masyarakat karena beliau berhasil membuat media film fotografi berwarna yang bernama Kodachrome pada tahun 1935, namun pada tahun 1903, Auguste dan Louis Lumière berhasil mempatenkan proses cetak fotografi berwarna yang dinamakan Autochrome. Autochrome dibuat dengan cara menambahkan saringan warna (color filter) yang terbuat dari tepung kentang (potato starch) pada media pelat kaca. Diatas color filter ini lalu ditambahkan emulsi panchromatic silver halide untuk merekam foto.
Butiran pati kentang dengan 3 jenis warna
Pemilihan tepung kentang dikarenakan butiran pati kentang yang sudah dihancurkan lalu dicelup menjadi 3 lapisan warna yaitu merah, hijau, dan biru, persis seperti konsep warna digital dimana spektrum warna dapat dibagi menjadi 3 warna utama sebagai RGB (red, green, blue) color, dan konsep ini masih dipakai pada sensor kamera digital sampai sekarang (pixel pada sensor juga mengandung RGB color). Lampblack atau karbon hitam dipakai untuk mengisi kekosongan pada bagian yang tidak terisi butiran kentang, sehingga kombinasinya dengan butiran kentang tadi menghasilkan sebuah lapisan filter warna yang akan meneruskan spektrum warna pada emulsi silver halide. Karena adanya lapisan ini, intensitas cahaya yang direkam pada pelat kaca menjadi berkurang karena terhalang oleh butiran kentang dan karbon pada media pelat kaca tadi, dan sayangnya karena kamera pada jaman itu tidak bisa mengubah pengaturan ISO, mengakibatkan waktu pengambilan gambar menjadi lebih lama dari kamera biasa. Efek durasi yang lebih lama ini membuat gambar akan sedikit menjadi kurang tajam, namun memiliki efek warna yang terlihat “dreamy” dengan tingkat kontras yang rendah.
The Lumière Autochrome: History, Technology, and Preservation. 2015. Gandolfo, Capderou.
Media pelat beserta emulsi akan menghasilkan lapisan negatif dari rekaman cahaya yang didapat, namun setelah sisa emulsi yang tidak terkena cahaya dibersihkan, akan tersisa sebuah lapisan transparansi positif berwarna. Untuk melihatnya dapat menggunakan bantuan proyektor dan dipancarkan ke dinding atau media lain. Media lain yang dapat digunakan untuk melihatnya adalah sebuah stereoscope, dimana seseorang akan melihatnya melalui sebuah kacamata khusus dan efeknya sama seperti melihat kacamata 3 dimensi pada mainan anak-anak modern.
Stereoscope. British Science and Media Museum
Sebuah teknik cetak foto unik yang sudah hilang ditelan waktu, namun sangat mengagumkan pada masa keemasannya. Beruntunglah, teknik ini kembali diingat berkat sisa-sisa kejayaannya berupa pelat Autochrome yang masih tersisa dalam keadaan baik, seperti koleksi yang terdapat pada Swiss Camera Museum. Pada artikel selanjutnya akan dibahas mengenai beberapa foto Autochrome.
Randy Indra Pradhana
Published at :
SOCIAL MEDIA
Let’s relentlessly connected and get caught up each other.
Looking for tweets ...