Food for Thought: Work Life Balance or Laziness
Sumber gambar: https://unsplash.com/photos/ulqQgJRGVNc
Generation gap atau perbedaan cara pandang/opini antar generasi yang berbeda itu hal yang lazim terjadi walau tidak boleh dianggap enteng. Salah satu hal yang sekarang ini banyak diperbincangkan adalah cara pandang yang berbeda mengenai work life balance dan etos kerja.
Keluhan seperti “Gila, Sabtu masak gue disuruh kerja?” “Jam 10 malem gue masih di kantor!” “Gue diemail jam 8 malem!” sering sekali terdengar di generasi muda. Di sisi lain keluhan seperti “Masih belum oke ya harus revisi dong. Kerja kok nggak ada passion!” “Anak jaman sekarang nggak tangguh!” juga sering terdengar dari generasi yang lebih senior.
Bagi kita generasi muda, work life balance sering kali menjadi impian. Karir yang melesat kalau tidak dibarengi keseimbangan kehidupan sosial apalah gunanya. Sementara itu di satu sisi generasi di atas kita cenderung berpegang pada prinsip no pain no gain. Alhasil sering terjadi miskomunikasi di antara generasi yang berbeda ini. Generasi X atau Baby Boomer merasa bahwa milenial ataupun generasi Z kurang gigih atau bahkan malas. Sementara milenial dan generasi Z merasa terzholimi karena hak untuk memiliki work life balance direnggut. Efeknya sering terjadi friksi antara generasi yang berbeda ini.
Nah gimana sih cara mengatasi generation gap ini? Tidak bisa hanya dari satu pihak, tapi butuh kompromi dari kedua generasi yang berseberangan.
Berpikiran terbuka
Kita semua dibentuk oleh kondisi jaman. Situasi yang berbeda membangun karakter yang berbeda. Oleh karena itu perbedaan cara pandang antar generasi itu sesuatu hal yang tak dapat dihindarkan. Jika kita mau berusaha memahami latar belakang cara pandang yang berbeda itu, pada umumnya kita jadi lebih mudah berempati dan mau mendengar.
Perbanyak komunikasi
Sering kali perbedaan membuat kita menghindar. Padahal seperti peribahasa tak kenal maka tak sayang, komunikasi adalah awal untuk menjalin kedekatan. Jangan ragu untuk mengutarakan apa yang kita pikirkan dan rasakan, tentu dengan cara yang sopan sehingga bisa saling memahami dan pada akhirnya bisa saling menghargai.
Berkompromi
Kita tidak bisa mengubah orang lain. Memaksakan kehendak pun bukan merupakan solusi yang baik. Yang bisa kita lakukan adalah saling memahami dan mencari titik temu di tengah untuk kebaikan bersama.
Apakah kalian punya pengalaman generation gap serupa? Sharing dong di kolom komentar di bawah ini.
Published at :
SOCIAL MEDIA
Let’s relentlessly connected and get caught up each other.
Looking for tweets ...