Food Photography: Membidik kuliner lokal melalui kamera
Bandrek, Bir Pletok, Roti bakar Bang Edi dan masih banyak lagi sajian makanan khas lokal menjadi bagian tak terelakkan dari kehidupan kita. Dilupakan tentu saja tidak, mereka masih sangat eksis di pasar dengan harga yang tak bisa dibilang murah. Banyak pemburu kuliner masih antusias mendapatkan makanan tersebut disela-sela kesibukannya. Boleh jadi Sup Cream KFC kalah telak jika disandingkan dengan Bubur Ayam Bang Tatang. Antrean panjang dan harga mahal (22 ribu rupiah/bungkus) tidak menyurutkan peminat Bubur Ayam datang dari pelosok Jabodetabek. Masih banyak item kuliner dengan kasus menyerupai fenomena Bubur Ayam Bang Tatang.
Kasus diatas menjadi gambaran posisi makanan lokal di benak masyarakat. Entah dengan alasan tertentu, secara garis besar kalau kita cermati, tampilan makanan lokal tadi dalam tampilan visual fotografi yang terdapat dalam buku menu maupun poster, kurang menarik. Mungkin hal tersebut terjadi karena biaya untuk menghadirkan foto makanan yang menarik dibutuhkan seorang fotografer profesional yang handal, dan harganya tentu mahal. Banyak dari mereka yang memiliki omset harian cukup tinggi, tidak mengubah kondisi yang ada, atau mungkin dari sudut pandang dagang yang meyakini foto bukanlah hal mutlak faktor laku atau tidak. Alasan terakhir mungkin terjadi di tataran apresiasi untuk menentukan foto mana yang menarik atau tidak, belum dimiliki.
Beranjak dari permasalahan tersebut, hal ini dapat menjadi simulasi proyek kelas fotografi 3 CA untuk memberikan wawasan visual fotografis terhadap berbagai jenis kuliner lokal. Dengan kasus nyata, mahasiswa diharapkan membuat alternatif baru terhadap produk makanan lokal dengan sentuhan kreativitas visual. Proyek tersebut dikerjakan secara personal oleh 32 mahasiswa dengan varian produk yang berbeda.
Published at :