Sensitifitas mengenal cahaya buatan
Mengajar fotografi bukan masalah memaparkan teknik semata. Menggali kepekaan akan rasa lebih dominan seharusnya. Tolok ukur kepandaian siswa dalam fotografi tidak diukur dari terampil dan tidaknya mengoperasikan alat foto (karena bukan operator). Pandai dan cerdas menyuguhkan konsep visual itu sangat penting. Contoh kasus yang sering digunakan dalam metode pembelajaran “lighting pattern” dengan menggunakan mannequin. Sekilas metode tersebut tampak mudah bagi pengajar dan siswanya. Belajar jatuhnya cahaya membentuk terang dan gelap sangat mekanistik. Kepekaan terhadap objek manusia yang diwakili mannequin(benda mati) tidak akan mampu menumbuhkan kepekaan siswa. Untuk menghasilkan “Rembrandt pattern” misalnya, pastilah sangat mudah, karena model mannequin berhidung mancung (eropa style). Untuk diterapkan terhadap model sebenarnya(orang indonesia) yang rata2 hidungnya kurang bahkan tidak mancung pastilah sangat susah. Mannequin sebagai benda mati tidak memiliki ekspresi, gerakan dan karakter sehingga siswa tidak memiliki kesempatan untuk melakukan “directing” sesuai konsep visual yang diinginkan. Ketika kita melakukan pemotretan terkonsep terhadap model (orang sebenarnya) “directing” itu sangat dibutuhkan. Meskipun topik “directing” dipelajari secara terpisah, akan lebih baik sensitifitas siswa terhadap objek diajarkan lebih dini. Salam kreatif kawans!
Dibawah ini adalah tugas Three Point Lighting di awal semester fotografi 2 karya: Kauesar – Priscillia – Putri Amanda – Riska – Hans Peter.
Published at :